Pelangi Di Langit Malam (7)
- Ngumpul di Cerpen iseng
Hoiiiyoo… setelah lama gak nulis kelanjutan
Pokoknya semua misterinya akan terjawab di Blog I Am… !!!
Pelangi Di Langit Malam (7)
Matahari menghangatkan tubuh sang peri kecil di balik selimut tebal, kulihat dimatanya terdapat guratan lelah. Bibir polosnya tampak tersimpul manis bersama guling yang ia peluk.
Terik sinar mentari pagi dari jendela kamar pun tak ia hiraukan, ia masih kembali menjemput semua mimpi sebelum peri dongeng pergi kelangit dan hilang bersama awan. Kututup kembali pintu kamarnya dengan hati – hati sampai tak menimbulkan bunyi yang dapat membuatnya terbangun.
“Selamat pagi Heidi.” Tegurku dikala ia membuat susu hangat. Tanpa basa – basi aku mengecup pipi kanan-kirinya, karena ia sudah ku anggap ibu sendiri.
“Selamat pagi Rob, aku membuat susu coklat. Apa kamu ingin juga??” tegurnya ketika aku berada disamping kanannya.
“Terimakasih, aku kenyang karena secangkir kopi dan sepotong roti keju.” Balasku dengan memegang pundaknya.
“Kudengar ibunya
“Iya, ia mengirim beberapaa halaman. Dan itu menandakan ia sudah sadar kalu anak akan butuh sosok Ibu, dan sebaliknya.” Jawabku dengan serius.
“Seperti air yang mengalir dan kembali ke pusarannya. Semoga saja cerita di novel “Mother lovely” akan benar – benar terjadi diakhir cerita ini.” Ujar Heidi dengan suara berharap.
Percakapan pagi bersama Heidi adalah pengganti suasana rumahku tempo dulu. Sebelum mengawali aktifitas selalu aku sempatan untuk ngobrol dimeja makan bersama ibu dan ayah. Dan kini semua terlalu cepat untuk berubah. Pikirku di hari libur seperti ini ada rasa yang tak enak ketika harus memanggil Heidi untuk menemani
^^^
Langkah kaki ku yang tak rela meninggalkan rumah harus kupaksa dengan bayangan muka bossku sendiri. Aku tak tau apa jadinya kalu metting kali aku tak hadir? Mungkin saja pemotongan gaji dan pemecatan tanpa berbasa – basi akan mengantarkanku ke jurang pengangguran.
Menelusuri jalan raya sepagi ini dengan perasaan yang gelisah dan berharap rapat darurat ini segera usai dan mengembalikan rasa rindu ayah menjemput rasa rindu anaknya yang sedang terjaga oleh pengasuhnya.
Dan ketika tiba di kantor, kejutanan pertama yang aku terima adalah, metting ditunda 2 jam kedepan. Aku dan Frans sudah menduga kalu ini bakal terjadi, tapi apa boleh buat nasib karyawan sudah berkodrat di tangan atasan.
“Aku membatalkan liburan akhir pekan bersama putraku dan kamu tau apa terjadi ??” tiba – tiba Frans membuka topik perbincangan para ayah di kedai kopi dekat kantor. Lalu melanjutkan perkataanya dengan nada kesal, “dia membanting pintu kamar tanpa mau tau apa alasan kenapa hari sial ini terjadi.”
“Semoga kamu tau bagaimana mengatasi anak lelakimu Frans.” Jawabku menenangkannya.
“Bagaimana dengan rencanamu hari ini Rob?? Bukannya Sharon lebih penurut ketimbang anak lelakiku??” Tanya Frans yang membandingkan berbedaan mengasuh anak perempuan dan laki – laki.
“Menemaninya ke toko buku. Tapi saat ku tinggal, dia belum tau kalu rencana itu akan berubah menjadi tidak pasti.” Mukaku pun langsung panik kalu saja hari ini gagal menemaninya. “Semoga rayuanku masih berlaku ketika sampai dirumah.” Kataku dalam hati, berharap itu akan terjadi.
Beginilah para ayah mengobrolkan anak – anaknya, tak hanya aku dan Frans yang kesal, tapi ada teman sekontor lainnya yang mengalami hal yang serupa. Kami pun hanya bisa mengambil jurus masing – masing untuk membujuk putra – putri kami memahami apa yang terjadi.
^^^
Tepat pukul 4 sore aku kembali ke rumah dan seketika itu juga udara yang kuhirup telah bercampur aroma hujan dan tanah yang bersatu dan bertemu dengan rintikan hujan yang mulai deras.
Mataku menemukan
“Ayah, kenapa hari libur seperti ini masih bekerja ??” Tanyanya ketus.
“Bukankah ini yang kebeberapa kalinya ayah seperti ini??” Jawabku mengingat berapa kali aku bekerja di hari libur??.
“Tapi
“Tapi hujan dan sudah sore Yahhh…”
“Masih ada waktu untuk kesana
“Nggak mungkin bisa aku jawab, karena aku tak tau kapan hujan dan tanah membuat janji.” Jawabnya tegas dan masuk akal menjelaskannya.
Nafasku terhenti beberapa detik manghadapi anak sekritis ini dan kami pun sepakat untuk pergi jam 7 malam bersama Kevin dan Clara. Kami akan melewati malam ini di pusat hiburan
^^^
Hampir semua toko yang menjual segala dunia anak, mereka kunjungin. Pikiranku selama berjalan dari satu toko ke toko lainnya adalah membayangkan nasib kartu kreditku ini yang mungkin akan jebol dalam hitungan menit.
“
“Ayah bisa cari minum dulu, aku, Kevin, sama Clara akan nyusul ayah.” usulannya didukung oleh dua kawannya.
Selang meninggalkan mereka, aku menikmati kembali green tea yang segar dan ini membuat letih di tumit kaki terasa berkurang. Kulirik jam dilengan kanan dan kuhitung berapa jam sudah aku mengikuti tiga bocah itu untuk mengikuti ritual dunia anak mereka.
Sejam berlalu, tak ada tanda – tanda mereka muncul, tapi dari arah belakang ada yang menutup mataku dengan jari – jari yang kecil. Aku tebak ini bukanlah jari orang dewasa.
“Kejutannnn…” teriak Kevin dari belakang yang diikuti dua kawannya termasuk
Aku tertawa geli melihat mereka bertiga membawa cup ice cream masing – masing di tangan. Dan Sharon membawa dua cup ukuran sedang, “Ayah, aku bawakan ice cream ini untukmu. Aku beli dengan uang jajan yang kemaren tak kuhabiskan.” Katanya lantang dan bangga bisa membelikan ice cream untuk ayahnya. “ehm… Clara dan Kevin sih yang tambahin uangnya, karena uang yang kupunya tak cukup.”
Hahaha…. Aku tertawa hampir menyerupai monster, karena mimik muka tiga bocah ini yang lugu.
^^^
Kami lanjut ke rencana berikutnya dan taman
Aku mendengar obrolan
“
“Iya, tapi sebenarnya pelangi, awan, bintang, bulan dan matahari bersahabat. Mereka bergantian untuk menjaga isi di bumi, memantau semua gerak – gerik manusia.” Kujawab dengan fantasiku sendiri. Kini aku sudah bergabung dengan mereka.
“Paman tau dari mana??” Tanya Clara penasaran.
“Semua orang tau, cuma kalian yang tak pernah mau tau.”
^^^
Sepanjang pulang, mereka masih membahas perkataanku yang ‘cuma kalian yang tak pernah mau tau’ itu. Dan hebatnya semua protes gak setuju dengan ucapanku. Alasan Kevin, pelangi itu ada setiap saat dan aku sering melihatnya. Sedangkan Clara menjawab, Aku tak pernah melihat pelangi di malam hari. Mungkin diantara kalian bisa kontak aku bila itu terjadi. Nah,
Aku sendiri membiarkan mereka mengembangkan apa maksud dari topic malam ini. Setiap anak punya imajinasinya sendiri, dan aku tak akan pernah bisa membatasi bagaimana mereka mengolah imajinasi itu menjadi sumber keyakinan mereka.
^^^
Kubiarkan kaki letihku menjadi kompas, menentukan dimana aku harus berada. Ehmm.. “KAMAR” radar yang kuperoleh dari kakiku yang berteriak. Mengambil satu bantal dan menindihnya dengan notebook di pangkuaku, jari – jariku cekatan membuka satu demi satu email yang baru kuterima dari Claire.
“Wow, apa ini ‘Kejutan berikutnya’ ?” Tanya ku kaget.
N.B : ehmm… kalau lagi males koment, jangan takut buat kasih reaksi kamu setelah baca cerita ini yah?? Pilih aja di “Reaksi Pembaca”, biar aku tau semenarik apa cerita ini… Terimakasih :)