"Sengaja Terekam...."

  • Monday 24 May 2010
  • Posted by Ivan Rahmadiawan
  • Ngumpul di

Hembusan nafasku mengiringi suara punggung yang kusandarkan di kursi hitam. Rokok yang tergeletak di samping meja kerja, segera aku rebut dengan terburu – buru karena sudah tak tahan ingin segera menghisapnya. Mata ku mencari sebuah benda, tapi tak kutemukan didalam kotak rokok “Anjrit, mana korek apinya???” teriak ku dengan menghamburkan semua isi rokok yang hanya tertinggal satu batang dan menggeser semua susunan keping DVD yang sudah tidak bersampul di atas meja kerjaku.

Langkahku ku percepat, lalu Kubuka laci di samping ranjang dengan mudah kutemukan lighter biru muda, aku nyalakan pematik api itu dan kuarahkan ke rokok yang sedari tadi menyelip di bibirku. Tak ada lagi gerakan bibir selain mengisap rokok, dalam hitungan detik asap rokok sudah menggumpal di sekitar wajah dan menggerayangi paru – paru muda ku. Kuteruskan kegiatan ‘bom bunuh diri’ itu dengan santai dan menikmati setiap asap yang terhirup di kedua lobang hidungku…

Kembali aku sandarkan diri ke sofa panjang yang berhadapan langsung dengan tempat tidurku, dengan terus menghisap rokok aku terus mengamati langit – langit kamar ku yang bersuasana gelap, cahaya lampu kerjaku hanya mampu menyinari separuh ruangan ini. “Hidup ku segelap ruangan ini” aku meracau tak jelas. Tiba – tiba aku tertawa tanpa ada sesuatu objek yang terlihat lucu. “Yahh, aku hanya menertawakan diriku sendiri” teriakkan ku sambil berjalan di tepi ranjang untuk mencari asbak yang dengan setia berada di meja sudut.

Saat ku membuang puntung rokok, aku mengambil satu batang lagi dari kotak rokok baruku karena merasa belum terpuaskan. Lamunanku dengan cahaya sekedarnya dan rasa penat yang terus kurasakan membuat aku tak sadar telah menghisap rokok sebanyak 12 batang, ini terlihat jelas, puntung rokok bekas tampak berhambur di dalam asbak polosku. Nafas yang kurasakan juga semakin berat, mata perih karena di kepung asap rokok, tapi rasa frustasi terus menggerogoti pikiran. Aku merasa hidup ku malam ini sungguh tidak normal dan butuh sebotol alkohol. “Sebotol?? Mungkin lebih” tawaku pecah dan aku mulai berdiri.

“Setan, ASU, aku bisa gila sendiri kalu caranya begini” teriaku untuk memberhentikan semua pikiran liarku. “Anjrit…” kesalku makin menjadi karena tanganku mulai mehisap rokok ke tigabelas. Kubuang puntung rokok yang belum sempat aku hisap ke jendela luar.

Dengan perasaan bimbang kumatiakan lampu sudut di meja kerja, kutinggalkan ruangan gelap ini dan kubanting pintu tanpa energi penuh. Baru melangkahkan kaki untuk menuruni anak tangga, aku berhenti dan mencoba mengingat sesuatu. “Ahhh… handphoneku”. Tak pikir panjang aku berbalik badan dan kupercepat langkahku untuk menuju kamar dan membuka pintu besar itu .

Oh my God… Begitu terkejutnya aku melihat lampu sudut ku menyala, dan heranya aku dapat melihat diriku sendiri di dalam kamar itu yang lagi asik menghisap sebatang rokok dan puluhan batang rokok lainya berhambur di asbak. Kubuka mata sipitku selebar mungkin untuk menyatakan kalu ini mustahil karena aku sudah meninggalkan ruangan ini beberapa menit yang lalu, tapi hasilnya nihil.

Aku bisa melihat sifat gelap ku di pinggir pintu kamar. Ini bagaikan rekaman CCTV yang kembali terputar, di sudut komputer aku dapat melihat bagaimana mimik mesumku ketika sedang asik menonton film porno, aku juga tak mengira kalu kan ada puluhan botol minuman keras yang tergeletak di lantai kamar. Kamat gelap ini sungguh “Biadab”, mataku tak lepas dari kegiatan jelekku.

“Ini aku ??? ini yang aku lakukan di ruangn gelap ini” tanya ku sendiri dan menampar pipiku sekeras mungkin.

Dari arah tangga aku melihat Rio. Adek bungsuku. Ia menaiki tangga. Dengan cepat aku tegur dia untuk segera turun agar tak melihat isi kamarku yang sangat tak layak dilihat anak kecil, tapi kenapa dia seolah tak mendengar dan melihatku. Langkahnya terus melaju sampai aku merasa ia menerobos tubuhku. “Ahhh… ini gak mungkin” teriakku kaget. “Rio bisa menembus tubuhku??” tanya ku lagi.

Disini aku makin bingung. Rio tampak santai mendorong pintu kamar, ketika melihat kamar ku yang gelap ia dengan semangat menyalakan lampu kamar dan mefokuskan diri untuk mencari ku. Aku tau ekspresinya ketika tak ada aku di ruangan itu, karena ia langsung mematikan kembali lampu kamar, lalu berteriak kencang, “Ma, Abang gak ada kokk… mungkin dia lagi di tempat kakak Danu???” tanpa melihat ku yang ada di sampingnya, Rio kembali menuruni anak tangga sambil memainkan PSP miliknya.

Pikiranku mulai kacau, bagimana mungkin Rio tidak melihat dan mendengarkan ku padahal aku ada di pinggir pintu kamar ??? Lalu saat rio masuk aku masih bisa melihat semua video pribadiku tergambar dengan jelas seisi kamar ku, kenapa dengan enteng Rio menjawab aku tidak ada di kamar ???

Dengan menderu rasa penasaran, aku turun ke lantai bawah, aku temui mbok Sum yang sibuk membawa makanan ke meja makan. Aku lirik ruang makan sudah terisi Mama, Papa, dan Rio yang sudah duduk manis dan terlihat mulai menikmati makan malam, “Haiii semuaaaa…” sapaku dengan semangat. Dalam hitungan detik mereka tak menjawab sapaanku. “Aku sedang dikerjai” kesalku. Dengan jahil aku sentil kuping Rio, tapi aku tak bisa menyentuhnya. Aku raba tangan kecilnya, lagi – lagi aku tak bisa menyentuhnya.

“Tuhan, ada apa dengan ku??” teriak ku di tengah keluarga ku sendiri yang tak bisa melihat ku.

Aku menangis terseduh di anak tangga pertama, aku baru sadar kalu aku hanya Roh dari jasad seorang lelaki bajingan layaknya “Adrian Krisnan” ….

-selesai-

p.s : Thanks sudah menyempatkan membaca cerita fiksi ku kali ini… sampai bertemu di cerita selanjutanya… #pingsannnn

6 Komentar:

  1. ternyata sudah menjadi roh

  1. menarik ceritanya....
    sering BW kawan ketempapt blogger lain...

  1. @lumbunghati, betul. :) thx dah mau bc malem2. Hihi

    @Dimas, oh yah?

  1. Ivannnn..

    sudah lama daku tidak berkunjung ke blog mu.. hahaha.. bahasanya udah bagus yaaa..